• Twitter
  • Facebook
  • Google+
  • Instagram
  • Youtube

About us

Perkenalan Singkat


Sejarah

Yayasan Mahmun Syarif Marbun merupakan lembaga yang didirikan oleh putra-putri almarhum Jureman marbun yang dikenal bernama Mahmun Syarif semasa mondok di Pesantren Musthafawiyah Purba Baru.

Rencana pendirian yayasan telah direstui oleh Hj. Rotua Sitohang selaku istri dan pihak yang dikonsultasikan sebelumnya, khususnya, Buya Ai Akbar, Neni Kurniati dll. Baca Bio Lengkapnya

Profile

Deepak Bhagya

Legasi

UD PAJU MARBUN

Semasa hidupnya, Jureman Marbun a.k.a. Mahmun Syarif Mendirikan UD Paju Marbun

Dilahirkan: 1949
Wafat: 27 Mei 2017
Website: udpajumarbun.blogspot.com
Alamat: Jl. SM Raja No. 80, Pakkat, Humbang Hasundutan

RESUME

Riyawat Hidup Mahmun Syarif Marbun


Cakupan Usaha

  • Toko Emas

    Tradisi Tukang Mas dan Perhiasan

    Toko Emas adalah salah satu inti usaha UD Paju Marbun, sehingga ketujuh putra-putrinya diharapkan masing-masing dapat meneruskan usaha tersebut dalam kehidupannya. Baik sebagai sampingan maupun usaha tetap, terlepas apapun profesinya. Pada awalnya, perhiasan yang diolah tidak saja emas, tapi perak dan tembaga.

  • Hasil Perkebunan

    Usaha Perkebunan dan Transportasi

    Selain usaha Toko Emas, UD Paju Marbun juga menjadi pengumpul yang membantu petani memasarkan produknya ke Medan atau kota-kota tempat pengolahan dengan harga yang saling menguntungkan. Usaha ini mempunyai armada truk dan transportasi yang juga berfungsi untuk mobilisasi produk untuk meringankan keterisoliran Pakkat dan fungsi lainnya.

  • Usaha Lainnya

    Sesuai kondisisi dan tren

    UD Paju Marbun juga menggeluti berbagai usaha sesuai dengan tren, seperti toko hasil pertanian, bahan bangunan, pembangunan perumahan, jasa properti, telekomunikasi dan lain sebagainya.

Pendidikan

  • Terakhir dan Kursus

    Pesantren Musthafawiyah Purba Baru

    Mondok di persantren tertua di Sumatera Utara tersebut, membuatnya banyak mengenal ilmu agama dan berbagai keahlian dan ketrampilan. Usaha mondok, dia kembali ke kampung halaman Siniang dan membangun lesung air tenaga air. Usaha menuntut ilmu terus dilakukan terutama mengikuti berbagai kurus, di antaranya Orari dan jurnalisme.

  • Menengah

    Tsanawiyah di Barus

    Usai sekolah dasar, dia melanjutkan pendidikan di Barus. Dalam sejarah Barus itu dikenal luas, termasuk Pakkat, Parlilitan, Tarabintang dan Siniang tempat lahirnya. Di Barus, beliau pernah membuka cabang usaha toko emas dan pengumpulan kopi dan hasil pertanian lainnya. Usahanya tidak semata karena profit, tapi berbasis pada pelayanan pada masyarakat.

  • Sekolah Dasar

    Sekolah Dasar di Laksa, Sininag, Lumban Tonga-tonga

    Guru pertamanya adalah orangtuanya, Buyung Marbun dan Guru Jeto yang datang dari Manduamas. Di usia sekolah dasar dia menempuh pendidikan di SD Laksa, yang tanahnya, masih hasil hibah keluarga Marbun di sekitar.

Kegiatan & dan Rutinitas

ikhlas
Bertakwa
Beriman
shaleh
Inovatif
Kebersamaan

Berita

Informasi terakhir


Sunday, April 20, 2025

Jejak India di Medan: Dari Kampung Keling yang Kini Jadi Kampung Madras


Kota Medan merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang kaya akan keberagaman budaya. Salah satu kawasan yang menyimpan cerita sejarah multietnis adalah Kampung Madras, yang sebelumnya dikenal dengan sebutan Kampung Keling. Perubahan nama ini bukan sekadar penggantian istilah, tetapi juga mencerminkan perjalanan sejarah panjang masyarakat India di Tanah Deli.

Awal mula terbentuknya kawasan ini berkaitan erat dengan sejarah kolonialisme Belanda di Sumatera Utara. Pada masa kejayaan perkebunan tembakau Deli di akhir abad ke-19, pemerintah kolonial Belanda membutuhkan banyak tenaga kerja untuk mengelola lahan-lahan pertanian yang luas. Karena kebutuhan itu tak bisa dipenuhi dari penduduk lokal semata, Belanda mendatangkan pekerja dari berbagai wilayah, termasuk India.

Pekerja-pekerja dari India ini kebanyakan berasal dari wilayah Tamil Nadu dan sekitarnya. Mereka didatangkan melalui sistem kontrak dan ditempatkan di daerah yang kini dikenal sebagai Kampung Madras. Kehadiran mereka di Medan membawa pengaruh besar terhadap perkembangan sosial dan budaya di kawasan tersebut.

Pada masa-masa awal kedatangan, para pekerja India ini tinggal berkelompok dalam satu kawasan yang cukup terpencil dari pusat kota. Lambat laun, kawasan ini berkembang menjadi komunitas yang hidup dan memiliki budaya khas yang berbeda dari kelompok etnis lain di Medan. Mereka mendirikan tempat ibadah, pasar, dan bangunan khas yang memperlihatkan identitas budaya asal mereka.

Namun, karena sebagian besar warga keturunan India memiliki kulit lebih gelap, masyarakat lokal saat itu menjuluki daerah tersebut dengan nama "Kampung Keling". Istilah "keling" sendiri sebenarnya berasal dari kata "Kalinga", nama sebuah kerajaan kuno di India. Namun, dalam konteks modern, penyebutan ini kerap dianggap merendahkan dan bernada rasis.

Meskipun istilah tersebut telah lama digunakan, namun seiring waktu muncul kesadaran baru dalam masyarakat dan pemerintahan bahwa penggunaan nama tersebut tidak lagi pantas. Banyak pihak menilai bahwa penyebutan "Kampung Keling" kurang menghormati sejarah dan kontribusi masyarakat keturunan India di Medan.

Perubahan ini bukan hanya tuntutan dari masyarakat India sendiri, tetapi juga didorong oleh semangat pluralisme dan toleransi yang mulai tumbuh di tengah masyarakat. Pemerintah Kota Medan kemudian merespons dengan melakukan peninjauan ulang terhadap nama-nama kawasan yang mengandung unsur diskriminatif.

Pada tahun 2008, secara resmi nama "Kampung Keling" diubah menjadi "Kampung Madras". Nama ini dipilih karena Madras merupakan nama lama dari Chennai, kota di India bagian selatan yang menjadi daerah asal sebagian besar keturunan India di Medan. Nama ini dianggap lebih representatif dan netral dari unsur diskriminatif.

Penggantian nama tersebut mendapat sambutan baik dari berbagai kalangan, terutama komunitas keturunan India yang selama ini tinggal di kawasan itu. Mereka merasa lebih dihargai dan diakui sebagai bagian penting dari sejarah dan perkembangan Kota Medan.

Kini, Kampung Madras bukan hanya dikenal sebagai pemukiman komunitas India, tetapi juga sebagai salah satu destinasi wisata budaya di Medan. Setiap tahunnya, kawasan ini menjadi tuan rumah berbagai perayaan budaya India seperti Thaipusam dan Diwali, yang mampu menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Bangunan khas seperti kuil Hindu, gereja Katolik India, serta restoran dengan sajian khas India Selatan menghiasi kawasan ini, memperlihatkan kekayaan budaya yang unik. Kampung Madras menjadi simbol dari akulturasi budaya yang harmonis di tengah keberagaman etnis yang ada di Medan.

Sejumlah sekolah, yayasan sosial, dan tempat ibadah tumbuh pesat di kawasan ini, menunjukkan dinamika kehidupan sosial yang aktif dan toleran. Masyarakat dari berbagai latar belakang bisa hidup berdampingan tanpa konflik yang berarti.

Perjalanan sejarah Kampung Madras menunjukkan bahwa identitas suatu tempat bisa berubah seiring dengan tumbuhnya kesadaran kolektif tentang pentingnya penghargaan terhadap keragaman. Dari sebuah istilah yang dianggap merendahkan, kini Kampung Madras menjelma menjadi simbol persatuan dalam keberagaman.

Pemerintah Kota Medan juga terus melakukan penataan dan promosi kawasan ini sebagai pusat wisata budaya. Dengan identitas baru, Kampung Madras diharapkan mampu menjadi jendela untuk memperkenalkan budaya India di Indonesia secara lebih positif.

Keberadaan Kampung Madras hari ini menjadi bukti bahwa sejarah, jika dikelola dengan bijak, bisa menjadi kekuatan untuk membangun masa depan yang lebih inklusif. Nama boleh berubah, namun jejak sejarah dan warisan budaya tetap abadi dalam kehidupan masyarakat.

Melalui perubahan nama ini, Medan menunjukkan bahwa kota ini tidak hanya tumbuh secara ekonomi, tetapi juga secara sosial dan kultural. Keputusan mengganti nama Kampung Keling menjadi Kampung Madras adalah langkah maju dalam memperkuat identitas kota yang berlandaskan keberagaman dan toleransi.

Kini, Kampung Madras berdiri sebagai kawasan yang tidak hanya memelihara budaya leluhur masyarakat India, tetapi juga menyampaikan pesan tentang pentingnya menghormati perbedaan. Dari sejarah kolonial hingga era modern, Kampung Madras menjadi saksi perjalanan multikultural Kota Medan.

Dibuat oleh AI, lihat info lainnya di sini

Saturday, April 19, 2025

Timor-Leste Considera Ejercicios Militares Conjuntos con China

La comunidad internacional observa de cerca el movimiento de Timor-Leste al abrir la posibilidad de realizar ejercicios militares conjuntos con China. El presidente José Ramos Horta hizo este anuncio a los medios locales, generando debate en la región del Sudeste Asiático y Australia. La declaración surge en medio de la complejidad de las relaciones de Timor-Leste con sus vecinos, especialmente Australia, en relación con el crucial proyecto de gas Greater Sunrise.

Ramos Horta enfatizó que la participación de Timor-Leste en cualquier ejercicio militar conjunto con China se llevaría a cabo bajo una condición clara. Tales ejercicios, según él, no deberían dirigirse a "ninguna entidad hostil percibida". Esta declaración indica el esfuerzo de Timor-Leste por mantener la neutralidad y evitar conflictos innecesarios en una región cada vez más dinámica.

Este movimiento ha generado preocupación en Australia, que durante mucho tiempo ha considerado a Timor-Leste como un vecino cercano y un socio importante. La Fuerza de Defensa Australiana declaró que respeta la soberanía de Timor-Leste, pero la oposición federal australiana expresó una profunda preocupación. La oposición cuestionó el manejo de la situación en desarrollo por parte del gobierno.

La declaración de Ramos Horta se produce en medio de la campaña electoral federal australiana, añadiendo una dimensión política a este asunto. La atención de Canberra se centra ahora en el acuerdo de asociación integral que Timor-Leste ha firmado con Beijing. El acuerdo incluye un compromiso para fortalecer la cooperación en los ámbitos militar y policial.

El acuerdo establece específicamente un aumento de los intercambios a todos los niveles entre las fuerzas militares y policiales. Esta cooperación abarca el entrenamiento de personal, la tecnología de equipos, la realización de ejercicios y entrenamientos conjuntos, asuntos policiales y la aplicación de la ley. Esto ilustra la ambición de China de expandir su influencia en la región a través de la cooperación en seguridad.

En una extensa entrevista con la emisora timorense RTTL, el presidente explicó que su país ya había participado en ejercicios militares conjuntos con varios países. Subrayó que el mismo principio debería aplicarse a China, teniendo en cuenta que Timor-Leste tiene una fuerza militar "muy pequeña".

Esta declaración indica que Timor-Leste se esfuerza por equilibrar sus relaciones exteriores. Parece que desean aprovechar las oportunidades de cooperación con China sin sacrificar las relaciones con otros países, incluida Australia.

El proyecto de gas Greater Sunrise es un factor importante en la dinámica de estas relaciones. Las prolongadas negociaciones con Australia sobre este proyecto han creado tensiones. Timor-Leste podría ver la cooperación con China como una forma de mejorar su posición negociadora en estas negociaciones.

La región del Sudeste Asiático se está convirtiendo en una arena para la competencia de influencia entre las grandes potencias. El movimiento de Timor-Leste refleja la compleja dinámica y el cambiante panorama geopolítico en la región.

Australia, como vecino y socio importante, debe observar cuidadosamente este desarrollo. Necesita mantener una buena comunicación con Timor-Leste y comprender las motivaciones detrás de los pasos dados.

Es importante que Australia fortalezca las relaciones bilaterales con Timor-Leste a través del diálogo y la cooperación constructiva. Esto puede ayudar a aliviar las preocupaciones y construir confianza entre ambos países.

Este movimiento de Timor-Leste también destaca la importancia del diálogo y la cooperación regional. Los países de la región necesitan trabajar juntos para mantener la estabilidad y la seguridad.

La participación de China en la región sigue aumentando, y los países de la región deben navegar esta dinámica con sabiduría. La cooperación transparente y mutuamente beneficiosa es clave para mantener la estabilidad regional.

Timor-Leste, como país pequeño, se esfuerza por desempeñar un papel activo en la política regional. Desea aprovechar las oportunidades de cooperación con varios países para promover sus intereses nacionales.

Este movimiento demuestra que Timor-Leste no desea estar atado a una sola potencia. Busca mantener su independencia y soberanía al enfrentar los desafíos geopolíticos.

La comunidad internacional seguirá observando de cerca este desarrollo. Los pasos de Timor-Leste tendrán implicaciones importantes para la estabilidad y la seguridad en la región del Sudeste Asiático.

Thursday, April 17, 2025

Indonesia Faces U.S. Pressure on China Ties

The administration of former U.S. President Donald Trump has reemerged in global discourse after The Wall Street Journal reported a trade pressure strategy involving more than 70 countries. The plan aims to isolate China from global trade networks in exchange for reduced tariffs and trade barriers for countries that comply with Washington’s approach. The question is: should Indonesia go along with this pressure?

According to the plan, the Trump administration is seeking commitments from its trade partners to limit economic engagement with China. This includes refusing the entry of Chinese cargo ships, banning Chinese firms from operating within their territories, and stopping the inflow of cheap Chinese industrial goods. The strategy is part of a broader economic pressure campaign intended to force China back to the negotiating table.

For Indonesia, this situation is far from simple. As a country with strong trade ties to both major powers — the U.S. and China — Indonesia risks being caught in the middle of a global tug-of-war. China is currently Indonesia’s largest trading partner, with export-import volumes growing steadily each year.

Joining the strategy to isolate China would certainly affect Indonesia–China bilateral relations. Beyond economic repercussions, such a move could provoke political and diplomatic retaliation from Beijing. In the long run, it could jeopardize investment, infrastructure loans, and key strategic projects such as the Belt and Road Initiative (BRI), which is already underway in the country.

On the other hand, the U.S. offer of tariff reductions is quite tempting, especially for domestic industries that have struggled to penetrate the American market due to high trade barriers. Still, is this reward worth the geopolitical and economic risks involved?

The Indonesian government must carefully assess this evolving global dynamic. Indonesia’s strategic position in the Indo-Pacific makes it a focal point for competing global powers. However, taking sides openly may actually weaken Indonesia’s bargaining position in the international arena.

As a non-aligned country, Indonesia has a tradition of maintaining independence in its foreign policy. The principle of a “free and active” diplomacy — the foundation of Indonesia’s international stance — should be the guiding light in responding to such pressures. Indonesia must not be drawn into a zero-sum game between two global giants.

More importantly, Indonesia needs to prioritize long-term goals in building a fair and sustainable trade ecosystem. Isolating one of the world’s largest trading partners could disrupt global economic balance, with negative impacts that could ripple back to Indonesia itself.

A more strategic alternative for Indonesia would be to strengthen multilateral economic cooperation with ASEAN countries and the broader Indo-Pacific region. This would enhance Indonesia’s bargaining power without forcing alignment with either the U.S. or China.

This path also aligns with the current efforts by the government to diversify export and import markets. Overdependence on a single country — whether the U.S. or China — is a major risk amid the increasing volatility of the global order.

It is undeniable that pressure from figures like Trump will continue to come in various forms, especially as U.S. elections approach. Yet Indonesia must resist making decisions that provide only short-term benefits while compromising long-term national interests.

Indonesia must always place national interest at the core of its response to geopolitical developments. In this context, a smart and neutral economic diplomacy is key to maintaining national stability and growth.

Indonesia’s diplomatic strength lies in its ability to build bridges, not in choosing sides. For that reason, it is better for Indonesia to serve as a mediator and dialogue facilitator, rather than a pawn in any superpower’s pressure campaign.

More importantly, Indonesia must strengthen its domestic capacity. Dependence on major powers can only be reduced if Indonesia develops strong industrial competitiveness and economic self-sufficiency. This is the foundation that must be taken seriously.

The government should boost investment in technology, education, and infrastructure to ensure that the country is not easily swayed by external pressures or short-term offers. A strong economic foundation will allow Indonesia to stand tall in the face of global pressure.

In the midst of global crises and geopolitical uncertainty, Indonesia must serve as a stabilizing anchor in the region — not just an accessory to other nations' interests. This calls for mature strategy, diplomatic patience, and the courage to say no when necessary.

Therefore, in answer to the original question: Indonesia should not simply follow Trump’s trade pressure — or that of any external party. What must come first are national interests, regional stability, and integrity in foreign diplomacy.

By upholding the principle of independent and active foreign policy and strengthening economic resilience, Indonesia can navigate global challenges with wisdom and dignity. The world is changing rapidly, and Indonesia must chart its path wisely and honorably.

Pelayanan

Tujuan dan Kegiatan Yayasan


Kerjasama

Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak yang relevan yang dinilai layak untuk melipatgandakan pahala kepada almarhum. Dikoordinasikan oleh Ust. H Julkifli Marbun, MA

Pengajian Alquran Gratis

Kegiatan sekali setahun yang akan dipimpin oleh Ummi Nursyahri Marbun, Sarjana Alquran dan Ilmu Tafsir yang pahalanya ditujuan kepada almarhum.

Penyantunan Anak Yatim

Santunan kepada anak yatim dengan niat pahala kepada almarhum Mahmun Syarif a.k.a Jureman Marbun. Dikoordinasikan oleh Ust Julkarnaen Marbun

Amal Jariah

Berupa memperbanyak sedekah, infaq, dan wakaf atas nama dan diniatkan sebagai pahala untuk almarhum Ayahanda Jureman Marbun alias Mahmun Syarif. Dikoordinasikan oleh H. Ahmad Jubeir Marbun

Manasik Haji Gratis

Kegiatan tahunan yang akan dipimpin oleh H. Yusuf Marbun, MA yang berpengalaman sebagai tenaga musiman haji dari Kementerian Agama RI. Diniatkan sebagai pahala untuk almarhum.

Penyelenggaraan Haul

Haul atau peringatan tahunan yang diisi dengan Yasinan dan kegiatan lainnya setiap tanggal 27 Mei. Dapat digabung acaranya dengan pengajian tahunan dan penyantunan anak yatim yang diniatkan sebagai pahala untuk almarhum.

Contact

Get in touch with us


Adress/Street

Jalan Pelajar 264, Medan, Sumut (Sementara)

Phone number

+(62) 81284179400

Email

dinasofiana at gmail dot com