Beradasarkan pengalaman di berbagai tempat, tercetus ide untuk menciptakan penggilingan padai tenaga air yang diterapkan di persawahan keluarga Sibukke. Dari Siniang, perlu turun sekitar satu kilometer ke bawah tebing.
Ternyata, hasil karya ini sangat membantu keluarga khususnya ibunya yang harus menumbuk lesung saban hari untuk melepaskan kulit padi menjadi beras.
Rasa iba ingin menolong ibu, Hj. Khadizah Nainggolan tersebut, ternyata membawa berkah kepada masyarakat sekitar.
Warga pun berduyun-duyun mengolah padinya di alat tersebut dan menjadi sumber pemasukan tambahan bagi keluarga.
Perlu diketahui, bahwa tugas menumbuk pagi biasanya dibebankan kepada kalangan anak putri dalam sebuah keluarga Batak.
Dan alat ini tentunya memberi keluesan bagi mereka untuk fokus mengolah sumber kehidupan lain, seperti kebun, memasak dan lain sebagainya.
Cerita menciptakan lesung air pertama di Siniang ini selalu diceritakan oleh ayahanda Mahmun Syarif ke anak-anaknya. Kejadian tersebut kira-kira antara tahun 1970-an sampai 1974.
Ketika teknologi mesin mulai tersedia, ayahanda pun membelikan mesin pengolahan padi.
Dan ini, akhirnya menjadi sumber pendapatan utama. Di samping rumah orang tuanya, mesin ini diletakkan dan dijaga oleh iparnya Amangboru Pandiangan.
Tidak saja teknologi pengolahan padi, ayahanda termasuk yang pertama memiliki mobil sedan hasil pembelian dari abangdanya, Buya Ali Akbar Marbun, sekembali dari Makkah.
Teringat, bila dibawa pakai mobil tersebut antara Pakkat dan Siniang, maka anak-anak akan berlarian mengikuti dari belakang, tak perduli dengan bahaya.
Mobil tersebut juga harus menghadapi rintangan yang cukup berat di musim hujan, karena jalan yang tak beraspal seketika akan berubah kolam lumpur.
Berikut contoh alat penggilang padi tenaga air di tempat lain:
Menu Utama | About | Info | UD Paju Marbun | Haji | Pesantren Al Kautsar Al Akbar | Kreasi Santri | POP Shop | TobaPosCom | BeritaDekho | Sultan
0 comments:
Post a Comment